This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

[Islam Menjawab] Kematian Hati

Kematian Hati Oleh Ustadz Rahmat Abdullah rahimahullah. Ditulis ulang oleh Permana Pria Utama.

Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat layaknya orang yg amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dpt segera pergi. Ia memperlakukan Tuhannya seperti penagih hutang yg kejam. Ada yg datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri.
Dari masa jahiliyyah engkau disuruh berilmu dan tak ada izin untk berhenti hanya pd ilmu. Engkau dituntut beramal dgn ilmu yg Allah berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan Allah atasmu. Tersanjungkah engkau yg pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, tetesan air wudlu di dingin malam, lapar perut karena puasa / kedalaman munajat dlm rakaat-rakaat panjang.

Tersanjungkah engkau dgn licin lidahmu bertutur, sementara dlm hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adlh seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa takut. Abu Bakar Asshiddiq Ra. selalu gemetar saat dipuji orang. “Ya Allah, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah aku lantaran ketidaktahuan mereka”, ucapnya lirih.
Ada orang bekerja keras dgn mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yg sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yg beramal, karena kekurangan / ketidaksesuaian amal mereka dgn lamunan pribadinya, / tak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang. Mereka telah menukar kerja dgn kata. Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yg asing. Begitu sering engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dlm lumpur yg membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat maksiat menggodamu dan engkau menikmatinya? Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaat pun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani yg meninggi. Rasa malu kepada Allah, dimana kau kubur dia?
Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah, / bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu: 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1.500 responden usia SMP & SMU, 25% mengaku telah berzina dan hampir separuhnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan dgn perkosaan.
Mungkin engkau mulai berpikir “Jamaklah, bila aku main mata dgn aktivis perempuan bila engkau laki-laki / sebaliknya di celah-celah rapat / berdialog dlm jarak sangat dekat / bertelepon dgn menambah waktu yg tak kau perlukan sekedar melepas kejenuhan dgn canda jarak jauh.” Betapa jamaknya ‘dosa kecil’ itu dlm hatimu. Kemana getarannya yg gelisah dan terluka dulu, saat “TV Thaghut” menyiarkan segala “kesombongan jahiliyah dan maksiat”?
Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yg mengatakan “Jika Allah melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton akting mereka tak dilaknat?”
Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yg berteriak paling lantang “Ini tak Islami” berarti ia paling Islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dgn dirimu, tak ada Allah disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justru engkau akan dihadang tantangan: sangat malu untk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yg muda dan segar. Hati yg berbunga-bunga di depan ribuan massa. Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pd kesukaan / kebencian orang, walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yg kau miliki.
Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pd jarak 300 meter dia tak melenceng 1 milimeter lagi? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu. Siapa yg mau menghormati ummat yg “kiayi” nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yg beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dgn enteng mengatakan “Itu maharku, Allah waliku dan malaikat itu saksiku” dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?
Siapa yg akan memandang ummat yg da’inya berpose lekat dgn seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan “Ini anakku, karena kedudukan guru dlm Islam adlh ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua” Akankah engkau jg menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai ‘alimul lisan (alim di lidah)? Apa kau pikir sesudah semua kedangkalan ni kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yg sama?
Apa beda seorang remaja yg menzinai teman sekolahnya dgn seorang alim yg merayu rekan perempuan dlm aktivitas da’wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yg semakin tersudut oleh retorikamu yg menyihir? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dgn anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mall.
Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dgn banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa “western-nya” . Engkau akan menjadi faqih pendebat yg tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dgn perasaan “lihatlah, betapa Amerika-nya aku”. Memang, soalnya bukan Amerika / bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Mahatma Ghandi memimpin perjuangan dgn memakai tenunan bangsa sendiri / terompah lokal yg tak bermerk. Tapi tiap ia menoleh ke kanan, maka 300 juta rakyat India menoleh ke kanan. Bila ia tidur di rel kereta api, maka 300 juta rakyat India akan ikut tidur disana.
Kini datang “pemimpin” ummat, ingin mengatrol harga diri dan gengsi ummat dgn pameran mobil, rumah mewah, “toko emas berjalan” dan segudang aksesoris. Saat fatwa digenderangkan, telinga ummat telah tuli oleh dentam berita tentang hiruk pikuk pesta dunia yg engkau ikut mabuk disana. “Engkau adlh penyanyi bayaranku dgn uang yg kukumpulkan susah payah. Bila aku bosan aku bisa panggil penyanyi lain yg kicaunya lebih memenuhi seleraku.”
Sumber: eramuslim

source : http://www.lampuislam.org, http://detik.com, http://kompas.com

0 Response to "[Islam Menjawab] Kematian Hati"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *